Celebrating International Women's Day 2018

March 08, 2018

Hi peeps! Hari ini 8 Maret 2018, diperingati sebagai International Women's Day, I wasn't planning to write today but the sudden urge is too big to ignore. Mari flashback sedikit ke belakang, sebagai seorang anak perempuan saya tumbuh dengan tidak begitu menerima perbedaan saya dengan laki-laki. Ketika tumbuh dewasa, saya mencoba untuk mencari tempat saya di masyarakat berbudaya patriarki bahkan di dalam kehidupan sehari-hari. Saya sering merasa dikucilkan dalam pembicaraan dengan laki-laki, bahkan pendapat saya sering tidak dihiraukan. Bagi saya ini menjemukkan dan makin lama makin membuat saya gusar dengan posisi saya sebagai perempuan. 

Saya sering iri pada posisi laki-laki di dalam masyarakat Indonesia. Bahkan dulu saya sering iri pada hal-hal biologis yang dialami laki-laki yang tidak dialami perempuan dan juga sebaliknya. Saya iri pada laki-laki yang bisa dengan sembarangan buang air kecil, karena mengingat betapa praktisnya untuk mereka membersihkan diri. Saya juga iri pada laki-laki yang tidak harus mengalami menstrual cramps tiap bulan, dan sibuk mengganti pembalut setiap beberapa jam saat haid datang. Belum lagi "tembus" yang seringkali terjadi dan membuat rok dan celana rusak. Tetapi iri adalah hal negatif yang tidak bisa terus menerus saya lakukan. Rasa iri ini adalah kesempatan saya untuk mengembangkan diri dan membuktikan bahwa perempuan memiliki keunggulan sendiri dan harus dirayakan.

The World Economic Forum mengatakan pada 2017, bahwa kesenjangan jender ini baru bisa dituntaskan dalam waktu 100 tahun, but the good thing is we are heading that way. Tema tahun ini adalah #PressforProgress. Lengkap dengan kampanye dari gerakan #MeToo, #TimesUp dan banyak gerakan lain yang meminta persamaan hak untuk perempuan di dalam semua hal. Akan tetapi, dalam dunia dewasa ini, sebenarnya saya sangat bangga dengan posisi saya sebagai perempuan. Banyak hal dan banyak pilihan yang akhirnya bisa dilakukan, dan kesempatan untuk membuktikan diri ini malah makin membuat banyak perempuan melesat melebihi prestasi laki-laki. Menurut saya perjuangan yang saat ini harus kita lakukan adalah memberikan pemahaman pada laki-laki bahwa posisi kita sangat kuat di masyarakat dan tidak tergantikan.

Salah satu hal yang paling penting dari peran perempuan di masyarakat adalah kepekaan. Rasa peka inilah yang membuat perempuan makhluk yang sangat berbeda dari laki-laki. Perempuan bisa merasakan banyak hal dan mengartikan banyak hal. Saya pernah takut merasa, karena saya takut dibilang terlalu perempuan. Tapi sekarang saya berpikir, jika seorang laki-laki bisa bangga dengan kekuatannya (yang menjadi tolak ukur utama untuk kaum pria) maka seorang perempuan haruslah bangga dengan kemampuannya untuk merasa. Maka yang jadi PR selanjutnya bagi perempuan adalah untuk bisa membahasakan rasa ini di dalam penjelasan yang logis agar bisa dipahami.

Misalnya, jika sedang PMS (premenstrual syndrome) yang hampir selalu jadi biang kerok permasalahan rumah tangga, saat ini saya coba hadapi dengan penjelasan yang benar-benar baik kepada suami saya. Dan hal ini bisa dilakukan jika perempuan benar-benar paham apa yang terjadi pada dirinya. Saya mencari tahu dengan berkomunikasi dengan diri saya sendiri, mencari tahu penyebab kesedihan tiba-tiba saya, mencermati tanggal di kalender, dan mencoba menyiasati semua hal yang mungkin akan mengganggu ketika saya sedang melewati fase PMS ini. 

Hal kedua yang juga tidak kalah penting untuk dirayakan adalah kemampuan multitasking perempuan. Pikirkan betapa seringnya anda mengangkat telephone sambil menggendong anak, menyusui sambil merapihkan pembukuan keluarga, ataupun makan sambil mengerjakan tugas kantor. Perempuan adalah makhluk yang bisa mengerjakan banyak hal secara bersamaan dan tetap mengerjakannya dengan baik. Bisa dibayangkan jika tugas-tugas ini diberikan kepada laki-laki, berapa banyak dari mereka yang menyerah?

Ada banyak hal lain yang juga terus menerus membuat saya amaze dengan kemampuan perempuan dalam menjalani hidup. Dan banyak fase yang terjadi dalam tubuh seorang perempuan yang terus dialami, seiring dengan bertambah dewasa usianya. Banyak hal yang saat ini juga belum saya alami dan tak sabar untuk saya rasakan. All I'm saying is, I'm done hating myself for the things I cannot do in order to fit into the man's world, but I celebrate the things I do best. 

Saya merayakan perasaan sensitif saya setiap bulan, saya merayakan memiliki tubuh lebih kecil yang bukan berarti lebih lemah, saya merayakan bisa melakukan banyak hal sekaligus, saya merayakan kemampuan saya yang bisa membuat keputusan berdasarkan intuisi, dan 1000 hal lain yang hanya bisa dilakukan perempuan. 

Saya merasa yang perlu perempuan lakukan adalah mengubah tolak ukur dan standar yang ditentukan oleh laki-laki. Kita bisa menentukan standar sendiri, dan tidak perlu untuk iri lagi kepada hal yang bisa mereka lakukan dan kita tidak bisa lakukan. Kita bisa membuat mereka iri akan hal-hal yang bisa kita rasakan. Ada sejuta kesempatan di luar sana untuk perempuan saat ini, dan saya tidak mau menyianyiakan hal ini. We are no longer live in a man's world, now we live in a woman's world.