Sincere Parenting

June 18, 2019

Hi all! akhirnya saya menulis lagi hehehe ini adalah artikel pertama yang saya tulis setelah melahirkan kurang lebih 3 bulan lalu. Apa yang saya lewati saat ini memang mungkin bukan hal yang luar biasa bagi orang lain, tapi hal yang sangat menyenangkan bagi saya. Ini adalah pengalaman pertama menjadi seorang Ibu. Ini adalah pengalaman pertama kami (saya dan suami) bekerja sebagai satu tim untuk membesarkan seorang bayi kecil, yang kelak akan menjadi bagian dari masyarakat. Oke, menjadi bagian dari masyarakat adalah ide besarnya. Namun, banyak hal yang sebenarnya kami kritisi dari pemahaman yang berkembang di masyarakat, seenggaknya masyarakat Indonesia dalam hal ini.

Pertama-tama, mungkin saya perlu mengingatkan kembali bahwa keputusan saya memiliki seorang anak adalah keputusan pribadi. Saya dan suami merasa sudah siap, dan sudah mampu. Ini kami pahami dan sadari sendiri tanpa tekanan dari siapapun. Kami yang mau, kami yang akan bertanggungjawab dengan resiko apapun yang bisa terjadi.

Ketika anak kami lahir, begitu banyak doa untuk kami (terima kasih banyak) yang diberikan teman-teman. Tapi ada satu doa yang membuat kami mengernyitkan dahi. Ih kok bisa didoakan malah mengernyitkan dahi? Udah untung didoakan! Terima kasih, tapi mungkin kalimatnya yang kurang tepat untuk kami. Kalimat yang saya maksud adalah "semoga anaknya berbakti pada orang tua." hhmmm baiklah. Kenapa kami merasa kurang tepat? Karena kami merasa anak kami yang baru lahir ini tidak berhutang apapun kepada kami. Malah kami yang membebaninya dengan ujian kehidupan. Alasan kami? Ya kan kami yang memutuskan untuk mencobai nasib menjalani peran sebagai orang tua di dalam permainan kehidupan. Kami yang ingin merasakan nikmatnya melihat satu makhluk kecil berkembang menjadi manusia seutuhnya. Maka dari itu, kami merasa agak kurang tepat jika anak kami nanti diharuskan berbakti kepada orangtuanya, at least that's how we see it.

Pengamatan kami sudah dimulai dari beberapa tahun lalu. Ketika kami banyak bepergian ke luar negeri, kami mendapati bahwa tidak banyak anak dihukum dengan orangtua yang pamrih. Pamrih seperti apa? Ya yang berprinsip seorang anak ketika besar nanti harus mengurus orangtuanya. Bukannya saya tidak berharap memiliki anak yang ketika besar nanti akan baik pada orangtuanya. Akan tetapi, tidak ada kewajiban dari mereka untuk mengurus kami sampai dengan kami mati. Karena apa? Karena keputusan untuk memiliki, mendidik, dan membiayainya adalah keputusan kami, bukan keputusan dia.

Indonesia adalah negara yang memiliki kebudayaan berkeluarga sangat erat. Bahkan, kita tumbuh dengan ungkapan banyak anak, banyak rejeki. Ya iya, kalau anaknya dijadikan budak untuk bekerja di ladang orangtuanya. Menurut kami, anak bukanlah investasi yang suatu saat nanti bisa dituai. Yang kita tanamkan sekarang, kita bisa tanamkan tanpa tahu bekal tersebut akan jadi apa ketika dia besar nanti. Bekal yang kita berikan adalah modalnya untuk mencobai kehidupannya pribadi. Jika kehidupan yang ia pilih adalah yang tidak sesuai dengan prinsip kita, ya itu sudah menjadi resiko yang kita harus ambil ketika memutuskan untuk melahirkannya ke dunia. Yang saya lihat adalah kewajiban dan tanggung jawab sebagai orangtua mengarahkan ke hal yang baik, sehingga ia bisa menggunakan bekalnya untuk sesuatu yang baik pula. Tetapi, mengharapkannya mencium kaki orangtua bukanlah tujuan kami.

Saya dan suami sepakat untuk tidak membebani anak kami dengan ungkapan-ungkapan lazim di masyarakat Indonesia yang mengharuskan seorang anak mengagungkan orangtuanya. Kami berprinsip membangun keluarga egaliter dan mendidiknya melalui contoh perilaku. Kami berjanji untuk tidak malu meminta maaf kepada anak ketika kami melakukan kesalahan. Kami berjanji untuk tidak menyuruh-nyuruh anak mengambilkan ini itu. Kami sepakat untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dengannya agar ia merasa pendapatnya dihargai. Sebab, siapa kami untuk menuntut seorang anak untuk membalas cinta kami? :) 

Apa yang kami lakukan, kami lakukan dengan tulus dan tidak mengharapkan balasan apapun. Sincere parenting. Jika suatu saat nanti, ia tumbuh dewasa dan mau menanggung kami, maka itu akan menjadi reward luar biasa di dalam hidup kami. Kami akan menjadi orangtua paling berbahagia di bumi ini. This is just something to think about. Until later, peeps!