The Calling to be a Mother

August 29, 2018

Hi everyone! ini adalah tulisan yang sudah lama saya tahan-tahan tidak dikeluarkan, karena bagaimanapun sebagai keluarga yang masih banyak menganut adat jawa, ada yang bilang pamali untuk memberitahu banyak orang terlalu cepat. Well, waktu menunggu sepertinya sudah cukup, sekarang saatnya mengumumkan kabar yang luar biasa membahagiakan ini bahwa ya saya hamil! Saya hamil setelah begitu banyak maju mundur di dalam pemikiran, saya hamil setelah menikah selama hampir 5 tahun, saya hamil setelah saya konsisten mengejar ambisi-ambisi pribadi.


Saya dan suami membina hubungan selama 8 tahun sebelum menikah. Ketika kami memutuskan untuk menikah, banyak yang beranggapan bahwa kami akan sesegera mungkin memulai sebuah keluarga dengan memiliki seorang anak. Tapi banyak hal menjadi pertimbangan kami, tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari kesiapan mental, emosional dan waktu. Saya yang baru berusia 25 tahun, masih memiliki banyak ambisi untuk membuktikan diri. Maka dari itu kami memutuskan untuk menunda mengundang satu jiwa kecil di dalam hidup kami.


Keputusan kami untuk tidak terburu-buru memiliki momongan ini ternyata mengundang (sebenarnya tidak ada yang mengundang sih, bahkan cenderung tidak diinginkan) banyak pernyataan dan pertanyaan dari banyak pihak. Padahal, keputusan seorang pasangan untuk memiliki atau tidak seorang anak adalah keputusan pribadi mereka yang SEHARUSNYA dihormati. Tapi namanya juga orang Indonesia ya (bukan negaranya yang membingungkan, tapi orang-orangnya yang selalu saja membingungkan) ya senang saja mengurusi rumah tangga orang lain. Mulai dari pertanyaan "Kok belum punya anak? kenapa sih?" atau "lo tuh pasti mau punya anak! nggak ada yang namanya siap!" sampai dengan "Menolak anak tuh menolak rejeki lho! hati-hati nanti nggak dikasih!" 


WOW! Luar biasa memang hidup di negara cantik dengan alam luar biasa tapi orang-orang kepo dari lahir yang mendarah daging ini ya.. Yang kami rasakan selama kurang lebih 4 tahun adalah tekanan masyarakat yang tidak ada henti. Sampai ada satu ketika, banyak orang yang menanyakan kami dengan wajah sedikit sedih karena mengira kami berdua memiliki masalah kesehatan. 


Meskipun sebenarnya kami tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskan apapun untuk keputusan yang sudah kami pikirkan matang-matang. Tapi rasanya dalam tulisan ini saya ingin membahas beberapa diantara alasan-alasan itu. Alasan kami menunda salah satunya karena faktor finansial, kami berdua tidak berasal dari keluarga kaya raya, kami bekerja untuk mendapatkan standar hidup yang kami tuju. Kami menunda karena kami ingin standar hidup yang baik untuk anak kami, dia harus memiliki kamar yang layak, lingkungan yang aman, makanan yang baik dan berbagai hal lain yang jadi faktor pendukung tumbuh kembangnya. 


Alasan berikutnya, kami berdua masih belajar membina hubungan rumah tangga. Saya dan suami adalah pribadi yang kompleks dengan hubungan rumah tangga yang baru seumur jagung. Kami berdua masih adaptasi untuk membagi ego dan waktu masing-masing. Kehadiran seorang bayi akan mengalihkan perhatian kami untuk benar-benar berusaha membuat fondasi hubungan suami istri, karena yang akan menjadi fokus utama adalah si bayi kecil. Belum lagi pekerjaan kami yang membutuhkan kami untuk banyak bepergian membuat kami jarang berada di rumah. Jadi beberapa hal inilah yang menjadi dasar kami memikirkan dengan baik kesungguhan kami dalam memulai sebuah keluarga.


Saya percaya Tuhan dan alam semesta memiliki caranya sendiri dalam memberi arti kehidupan kepada tiap jiwa di bumi. Saya akui saya sedikit lupa diri ketika menjalani hidup beberapa tahun terakhir, terlalu tenggelam dalam kesenangan pribadi, memberi makan ego terlalu banyak sehingga ia gendut dan ambisi saya otomatis membengkak, saya hidup dalam semesta diri sendiri, Tetapi, ada satu titik yang saya rasa kosong di dalam diri saya ketika itu, dan saya tidak tahu apa. Realisasi itu terasa ketika saya menjalani perjalanan sendiri, tanpa suami, menjalani yoga retreat. Saya sadar bahwa this so called  "Project Shahnaz" sudah cukup berkembang, sudah saatnya saya mencurahkan konsentrasi untuk proyek berikutnya. Hal ini saya sadari ketika melihat orang-orang asing yang saya tidak kenal, bercengkrama dengan anak-anak mereka, jalan bersama, makan bersama. Hidup sepertinya akan merepotkan, tapi the kind of  merepotkan yang sepertinya menyenangkan. :)


Saya pulang dengan berbagai pemikiran di kepala, dan beberapa pemikiran ini berkembang menjadi sebuah diskusi tiada akhir bersama dengan suami. Kami membicarakan waktu yang tepat, kami berselisih pendapat mengenai prioritas hidup, kami berusaha untuk mencari solusi hidup bersama. Tapi yang saya sadari, jika banyak energi kami terserap untuk satu pokok pikiran ini, berarti memang kami sudah benar-benar membutuhkan dan menginginkan kehadiran seorang bayi kecil di hidup kami. Pemikiran ini terkonfirmasi dengan perasaan saya yang begitu halus dan mudah tersentuh setiap melihat seorang bayi. Entah mengapa saya yang seumur hidup not a baby person, bisa menangis melihat seorang bayi. Tapi itulah hidup, itulah cara kerja alam semesta. Itulah naluri seorang perempuan. 


Yang ingin saya tekankan, banyak orang bilang bahwa kita tidak akan siap menghadapi tahap hidup seperti menikah, atau memiliki seorang anak. "nggak ada yang namanya siap, siap nggak siap ya harus dijalanin!" Well, saya sih tidak setuju. Saya merasa naluri saya yang mendesak adalah bentuk kesiapan diri. Diskusi bersama suami yang panjang lebar juga adalah persiapan kami. Kami memilih untuk berencana, dan kami tidak akan menyesali keputusan kami. Semua ada waktunya, dan kesiapan seseorang menghadapi keputusan hidup adalah miliknya sendiri. Jangan pernah membuat keputusan atas desakan masyarakat, percaya bahwa andalah yang tahu hal terbaik untuk anda sendiri. Saya bersyukur saya melewati tahap hidup ini, saya bersyukur memiliki waktu untuk galau, saya bersyukur memiliki naluri keibuan. Terlebih saya sangat amat bersyukur untuk jiwa yang telah Tuhan Yesus titipkan di dalam rahim saya. Puji Syukur tiada henti kepada Bapa di Sorga. Enjoy your time on earth, lovely people! until our next meeting! XOXO!